Pendidikan adalah sektor penting yang menjadi perhatian serius semua kalangan, baik pemerintah, organisasi profesi keguruan, komunitas literasi, masyarakat dan pemerhati pendidikan lainnya. Sebab, sejak pandemi covid-19 mewabah di Indonesia, secara fisik proses pendidikan kita sedang “lumpuh”. Meskipun pembelajaran dilakukan secara daring, tetap saja memiliki keterbatasan dan kelemahan.
Guru, yang belum terbiasa mengajar dengan sistem daring, akan mengalami hambatan. Meskipun guru tersebut harus menghadapi tantangan tersebut. Siswa dan orang tua juga mengalami hambatan yang tidak bisa dipungkiri. Peran guru yang tidak tergantikan, secara utuh tidak bisa diwakilkan dengan sebatas temu virtual. Sebab, penguatan karakter dan sikap siswa serta sentuhan reinforcement guru hanya dapat dilakukan jika pembelajaran dilakukan secara langsung. Interaksi aktif guru dan siswa di kelas adalah suasana akademik yang tidak diperoleh melalui pembelajaran sistem daring.
Tulisan ini tidak akan membicarakan seperti apa kebijakan new normal yang terus menjadi perbincangan pro dan kontra. Menemukan solusi dari kemungkinan diterapkannya kebijakan pemerintah adalah hal terbaik dalam menjalankan proses pendidikan pada masa pandemi ini. Sebelum kebijakan new normal benar-benar dilaksanakan, banyak hal yang perlu disiapkan, khususnya di bidang pendidikan. Semua pihak, sekolah, guru, siswa, orang tua dan masyarakat publik harus memiliki kesepahaman terhadap pelaksanaan new normal dan segala konsekuensi yang harus dihadapi dan dilakukan.
Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) secara online, mungkin saja bisa dilakukan sesuai petunjuk teknis dari dinas pendidikan maupun kementerian. Tetapi, dalam rangka verifikasi data, masa pengenalan sekolah dan pertemuan wali siswa, seharusnya dapat dilaksanakan secara offline. Kenaikan kelas (pengambilan raport, rapat wali siswa), kelulusan (penyesaian administrasi kelulsan) dan orientasi kelas pada tahun ajaran baru, juga seharusnya dilakukan secara langsung dengan memerhatikan protokol kesehatan sesuai ketentuan.
Nah, persiapan dan kesiapan sekolah, tentu saja tidak sama dalam menyambut masa new normal ini. Maka, jauh hari sebelum era itu diberlakukan, pihak sekolah terus melakukan persiapan dan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan bahwa segala sesuatu yang disiapkan telah sesuai dengan prosedur dan protokol kesehatan yang standar. Menyiapkan beberapa tempat cuci tangan, hand sanitizer, masker, pengaturan jarak bangku, pengaturan kantin sekolah, tempat parkir siswa dan guru, pengaturan area perpustakaan, waktu istirahat, jam belajar, atau bahkan remodeling sistem pembelajaran dan kurikulum sekolah yang sederhana dan holistik.
Harapannya, dapat melaksanakan new normal ini dengan seideal mungkin di sekolah sesuai dengan petunjuk teknis dan protokol kesehatan yang ditetapkan. Selain itu, sekolah juga sangat penting menyosialisasikan kebijakan pemerintah dan teknis pelaksanaan new normal ini serinci dan sejelas mungkin. Sosialiasi intern pihak sekolah (guru dan tenaga kependidikan) serta pihak ekstern sekolah (siswa, orang tua dan masyarakat).
Pada pelaksanannya, setiap jenjang sekolah memiliki kerumitan yang berbeda. Tingkat SMA dan SMK akan berbeda dengan SMP dan SD. Sesuai dengan tempat mengajar, maka penulis memberikan kemungkinan solusi dan usulan pelaksanaan new normal di sekolah dasar. Siswa SD sesuai taraf berpikirnya, masih dikategorikan usia anak-anak. Cara berpikir dan sikapnya tentu masih seperti anak-anak, relatif belum memahami situasi orang dewasa. Maka, pemberian contoh, nasihat dan pembimbingan langsung sangat dibutuhkan.
Pada pagi hari, ketika mau masuk sekolah, di dalam kelas, di kantin, dan di perpustakaan maupun pada jam olah raga, biasanya siswa berkerumun. Sebab, sulit menghindari kondisi yang seperti demikian itu. Interaksi antarsiswa yang cenderung senang bermain, akan terasa sulit untuk dibatasi dan dihalang-halangi oleh guru. Kegiatan membeli kue di kantin juga akan sulit dihindari. Apalagi kegiatan olah raga yang dilakukan secara berkelompok. Untuk inilah perlu adanya remodeling system pembelajaran yang dapat meminimalisasi siswa berkerumun, berkelompok dan bermain tanpa jarak.
Remodeling tersebut dapat mengatur tentang aspek menyeluruh dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Misalnya, jam masuk siswa tidak sama. Kelas rendah masuk pukul 07.00-10.00 WIB. Kelas tinggi masuk mulai pukul 09.00-13.00 WIB. Sehingga berkumpulnya siswa keseluruhan hanyalah 1 jam di sekolah. Itupun masih dalam masa belajar di kelas. Tidak berinteraksi di luar kelas. Pulangpun diatur bergantian, agar tidak berjubel di halaman sekolah. Kantin harus tutup. Siswa membawa bekal sendiri. Dan tidak ada waktu istirahat. Sebab, belajar di sekolah hanya 3 jam untuk kelas rendah dan 4 jam untuk kelas tinggi. Dengan demikian, setiap jam pelajaran menjadi dikurangi. Semua warga sekolah dan siswa wajib memakar masker, mencuci tangan setiap waktu dan menjaga jarak. Pengaturan bangku juga sesuai prosedur, ada jarak. Jika siswanya banyak, maka setiap siswa bisa masuk bergantian jeda satu hari sesuai daftar hadir ganjil genap.
Virus covid merubah kita jadi lebih peduli pada kesehatan
ReplyDeletesiap bu. trims
Delete