Oleh:
Salehodin, S. Pd.
Guru SMP 3 Sumenep.
Pandemi
Covid 19 muncul akhir 2019, menyebar ke seluruh dunia dan nyaris melumpuhkan
segala aktivitas kehidupan. Tidak hanya bidang ekonomi, politik, sosial, dan
budaya yang terkena imbasnya. Tetapi juga dalam bidang pendidikan. Virus ini
menyebar dan menyerang dengan sangat cepat. Banyak nyawa melayang akibat virus
ini. Pemerintah menerbitkan kebijakan baru. Yaitu, segala kegiatan di luar
rumah dikurangi bahkan dihentikan sementara. Dengan diberlakukannya PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) ini, pembelajaran yang dilakukan secara
tatap muka di kelas, kini dilakukan secara daring. Hal ini berguna untuk
mengurangi mobilitas atau pergerakan, salah satu cara untuk memutus mata rantai
penyebaran virus corona.
Saya
mengajar di Sekolah Menengah Pertama di Kota Sumenep, kota kelahiran saya.
Lebih dari 25 tahun, saya mengabdi di sekolah tersebut. Saya mengampu mata
pelajaran bahasa Inggris. Kebijakan baru ini juga berlaku di sekolah saya.
Perubahan sistem pembelajaran konvensional secara tiba-tiba berubah menjadi
sistem daring. Terkejut, itulah respon saya, kali pertama atas kebijakan ini.
Namun, saya berpikir untuk menghindari dampak buruk, mau tidak mau ini adalah
keputusan yang tepat. Sekolah, tempat berkumpulnya guru dan siswa, merupakan
salah satu ladang munculnya
klaster-klaster baru penyebaran virus.
Pembelajaran
daring merupakan sistem pembelajaran dengan menggunakan jaringan internet,
membutuhkan media pembelajaran seperti gawai, komputer, atau laptop. Dengan
kata lain, guru dan siswa tidak bertemu/bertatap muka langsung seperti di dalam
kelas, tetapi melalui media yang terhubung pada internet.
Pembelajaran
daring mengajak kita untuk mencoba sesuatu yang baru, melakukan sesuatu yang
belum pernah dilakukan. Memaksa kita keluar dari zona nyaman, dari hal yang
biasa kita lakukan ke hal yang belum pernah dilakukan. Dalam hal ini, kita
harus menjadi lebih kreatif dan inovatif.
Menurut
Bob Dylan, "Kesuksesan bukan kunci dari kebahagiaan, sebaliknya
kebahagiaan adalah kunci dari kesuksesan." Bila dihubungkan dengan proses
belajar mengajar, pendapat ini seakan memberi penjelasan bahwa berhasil atau
tidaknya sebuah pembelajaran tergantung pada suasana belajar yang diciptakan,
membuat bahagia/ nyaman atau penuh tekanan. Kita harus menciptakan atau
menghadirkan suasana yang nyaman dan menyenangkan agar belajar menjadi lebih
efektif, meskipun secara online.
Ada
beberapa metode pengajaran yang dapat diterapkan di masa pandemi, diantaranya Project Based Learning, Daring Method,
Luring Method, Home Visit Method, Integrated Curriculum, dan Blended Learning.
Saya menggunakan metode daring, dengan menggunakan aplikasi WhatsApp dan Google
classroom, yang menurut saya lebih sederhana, mudah diakses, tetapi juga
efektif. Kita berhadapan dengan anak-anak yang dijuluki "Anak Zaman
Now", gaya hidupnya tidak lepas dari gadged. Saya berusaha untuk
menggunakan media yang menarik perhatian peserta didik. Oleh karenanya, saya
menggunakan powerpoint yang dilengkapi dengan audiovisual, komik literasi, dan
video.
Di
sekolah tempat saya mengajar, pembelajaran daring dimulai pukul 07.00 WIB
sampai dengan pukul 11.00 WIB, yang dibagi menjadi dua sesi dengan mata
pelajaran yang berbeda. Proses pembelajaran dilakukan melalui grup WhatsApp
kelas yang dibuat oleh wali kelas. Pukul 07.00 WIB s.d pukul 07.30 WIB dimulai
dengan memberi salam dan menyapa siswa yang dilakukan oleh wali kelas;
selanjutnya berdoa; mengirim link yang menghubungkan ke Google Form,
sebagai presensi kelas online; dan terakhir menyanyikan lagu Indonesia
Raya.
Pukul
07.30 WIB s.d pukul 08.30 WIB dimulainya pelajaran pertama pada sesi pertama
oleh guru mata pelajaran. Pukul 08.30 WIB s.d pukul 09.30 WIB dimulainya
pelajaran kedua pada sesi kedua, dengan guru dan mata pelajaran yang berbeda
dari sesi pertama. Pukul 09.30 s.d Pukul 10.00 WIB, wali kelas kembali
mengambil alih grup kelas; mengecek presensi; mengingatkan siswa untuk selalu
menjaga kesehatan, mematuhi protokol kesehatan, dan tidak keluar rumah kecuali
untuk hal yang sangat penting; terakhir berdoa. Pukul 10.00 WIB s.d 11.00 WIB,
siswa mengerjakan tugas.
Sebelum
proses belajar mengajar berlangsung, saya biasa menyapa siswa, menanyakan
keadaannya, dan seperti biasa memberi motivasi. Terkadang, saya menggunakan
Teknik Impact sebelum memulai pembelajaran. Sebuah teknik dari buku karangan
Danie Beaulieu, PhD dengan judul "Teknik-Teknik yang Berpengaruh di Ruang
Kelas". Saya mencoba Teknik Impact menggunakan segelas air minum pada
kelas VII. Pertama, saya mengirim sebuah foto berupa segelas air minum di grup WhatsApp
kelas. Kedua, melalui VoiceNote saya bertanya, "Seberapa besar rasa haus
kalian? Tidak haus, agak haus, atau sangat haus?"
Saya
mengatakan bahwa adanya hubungan antara besarnya rasa haus dengan banyaknya air
yang mereka minum. Bila mereka sangat haus, maka semakin besar keinginan mereka
untuk minum. Sebaliknya, saat mereka tidak haus, maka mereka tidak akan minum
atau hanya sedikit air yang mereka minum. Saya kemudian membandingkan dengan
seberapa besar keinginan mereka untuk belajar. Semakin sedikit kemauan mereka
untuk belajar, semakin sedikit pula informasi penting yang mereka dapatkan.
Sebaliknya, semakin besar kemauan mereka untuk belajar, semakin banyak
keinginan mereka untuk mendapatkan informasi penting. Selain memberikan
dorongan agar mereka tertarik untuk mengikuti pelajaran, saya juga menyampaikan
betapa pentingnya mencapai kesuksesan belajar. Terakhir, saya bertanya pada
mereka,
"Apakah
kalian merasa haus hari ini?" Sebuah pertanyaan yang menarik perhatian dan
membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti pelajaran.
Di
lain waktu, saya memperkenalkan seorang tokoh/ilmuwan. Diantara adalah Stephen
Hawking. Saya memperkenalkannya dengan mengirimkan foto-foto, agar mereka
mengetahuinya. Melalui VoiceNote, saya pun bercerita pada mereka. Stephen
Hawking adalah ilmuwan cerdas yang terkenal dengan berbagai teorinya tentang
alam semesta. Di usia 21, dia divonis menderita sakit Amytrophic Lateral
Sclerosis (ALS). ALS adalah penyakit dengan angka harapan hidup antara 3 sampai
dengan 5 tahun bagi penderitanya.
Penyakit
ini perlahan-lahan membuat orang menjadi lumpuh. Dokter mengatakan bahwa
Stephen Hawking hanya bisa bertahan hidup hingga 5 tahun lagi. Namun, ia
berhasil hidup hingga 76 tahun. Stephen Hawking memanfaatkan waktunya dengan
baik, meskipun penyakitnya parah dan tubuhnya harus ditopang dengan mesin. Ia
tidak pernah berhenti untuk belajar. Menurut Stephen Hawking, "Kecerdasan
bukan sesuatu yang dimiliki sejak lahir. Kecerdasan adalah seberapa keras
seseorang mau berusaha serta memiliki kesadaran untuk berubah."
Saat
mengajar materi tentang "Classroom Objects" misalnya, saya
menggunakan video. Video tersebut menampilkan benda-benda yang bisa kita
temukan di dalam kelas dan mengemasnya dengan menarik. Di dalamnya dilengkapi
nama benda dan cara pengucapan yang benar dalam bahasa Inggris. Karena, bahasa
Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia, antara ejaan dan lafalnya tidak sama.
Dengan VoiceNote, saya mengulang kembali materi tersebut. Saya mengucapkan
benda-benda tersebut dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Selanjutnya,
saya meminta satu atau dua orang anak untuk melakukan hal yang sama.
Saya
pun memberikan apresiasi dengan kata "it's good" bagi siswa yang
berani untuk tampil. Saya tetap memberikan apresiasi bagi anak yang berani
tampil, meski salah melafalkan nama sebuah benda. Terakhir, sebelum memberi
tugas, saya bertanya pada mereka,
"Apakah
kalian memahami pelajaran hari ini?" Setelah mendapatkan respon baik, saya
kembali bertanya, "Apakah kalian menyukai pelajaran hari ini?"
Tujuan
saya melakukan ini adalah supaya siswa saya senanga dan merasa diperhatikan serta
tetap bersemangat. Meski tidak bertatap muka langsung. Selanjutnya, saya
meminta mereka untuk mengirim emoticon kesukaan mereka, memastikan bahwa
mereka tetap mengikuti pelajaran meski berada di tempat yang berbeda.
Terakhir,
saya memberikan tugas mandiri. Medali. Ya, sebuah emoticon medali
biasanya saya sematkan di samping nama anak-anak yang mengumpulkan tugas. Lebih
jelasnya, saya menuliskan nama semua anak dan memberikan emoticon medali
dibelakang nama anak-anak yang mengumpulkan tugas. Saya mengirimkannya di grup WhatsApp
kelas, sebagai motivasi bagi yang lain untuk mengumpulkan tugas.
Di
dalam kelas, waktu tatap muka pun, pasti ada anak yang bolos atau tidak masuk
kelas. Dalam pembelajaran online pun, saya menemukan itu. Saya pun bekerjasama
dengan wali kelas dan guru asuh. Saya bertanya tentang anak ini beserta kedua
orang tuanya, berusaha memahami mereka sebelum menyimpulkan dan mengambil
tindakan.
Saya
menemukan siswa yang tidak mengikuti pelajaran saya dan suatu ketika menemukan
dia sedang online. Pelajaran daring menguras banyak waktu, tenaga, dan
biaya, tetapi di sinilah terlihat, betapa seorang guru benar-benar perhatian,
peduli, dan ikhlas untuk mengabdi. Yang mungkin selama ini tidak disadari.
Pertama, saya menyapa anak ini dan setelah mendapat respon baik, kami berbicara
untuk mencari kedekatan dan tindak lanjut yang harus dilakukan. Setiap anak itu
unik, karenanya saya memperlakukan mereka berbeda, meski dengan masalah yang
sama.
Setelah
menyimpulkan bahwa anak ini malas/kurang semangat untuk belajar, saya kembali
menggunakan Teknik Impact. Mengapa? Teknik Impact adalah teknik yang
menggunakan gambar atau benda, memiliki kemampuan untuk memberikan penjelasan
yang lebih mudah dipahami daripada penjelasan yang panjang lebar. Sebuah
pepatah mengatakan, "Sebuah gambar bermakna ribuan kata." Saya
mencoba Teknik Impact menggunakan gambar, teknik ini juga bisa digunakan
ketika menghadapi anak yang pemalu.
Saya
menyiapkan tiga buah gambar dengan objek yang sama. Namun, pada gambar pertama,
objek tidak terlihat dengan jelas. Gambar kedua, sebagian objek terlihat,
tetapi belum lengkap. Gambar ketiga, objek dapat dikenali, karena digambar
dengan jelas. Saya memperlihatkan gambar pertama dan meminta siswa tersebut mengenali
gambar tersebut. Siswa tersebut tidak dapat mengenalinya, karena objek tidak
terlihat dengan jelas.
Saya
menunjukkan gambar kedua, siswa tersebut dapat mengenalinya meskipun tampak
ragu, karena ada bagian-bagian yang belum tampak. Terakhir, dia dapat menebak
objek dari gambar ketiga. Saya berkata pada anak ini, "Kamu sama seperti
gambar pertama dan kedua. Kamu tidak terlalu sering mengikuti pelajaran saya.
Jadi, bagaimana saya bisa mengenalimu? Bagaimana saya akan tahu tentang kamu?
Bagaimana saya bisa membantumu saat kamu memerlukan bantuan?" Saya berupaya
keras membangun hubungan yang dekat dengannya, membuatnya bersemangat untuk
mengikuti pelajaran.
Post a Comment for " Menciptakan Pembelajaran yang Menyenangkan Saat Pandemi "
Tinggalkan komentar Sahabat sebagai saran dan masukan yang sangat berharga untuk tetap belajar dan berbagi. Terima kasih atas kunjungannya.