Urgensi Hybrid Skill Guru dalam Implementasi Hybrid Learning System pada PTM Terbatas
Ali Harsojo, M. Pd.
Guru SDN Pajagalan II
Sumenep
Pengurus APKS
Provinsi Jawa Timur
Tahun kedua pandemi melanda, tampak
dikejutkan dengan munculnya varian baru covid-19. Varian delta menjadi varian
yang cepat menular dan cukup menggelisahkan masyarakat kita. Mutasi virus
korona menjadi virus korona varian delta menjadi perhatian banyak pihak.
Namun, bukan berarti kegiatan pendidikan akan
terhenti atau dihentikan. Berdasarkan Keputusan Bersama 4 Menteri: Mendikbud,
Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
dengan Nomor 03/KB/2021, Nomor 384 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021
dan Nomor 440-717 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Di
Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menyebutkan bahwa, pada diktum
1 keputusan, menetapkan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa Pandemi Covid-19
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pembelajaran Tatap Muka Terbatas dengan tetap
menerapkan protokol kesehatan; dan / atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Ketika pembelajaran tahun ajaran baru
dilaksanakan, pemerintah menerapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM). Sehingga praktis kegiatan pembelajaran dilakukan secara
jarak jauh. Namun, hal tersebut adalah yang terbaik dalam menjaga siswa dan
warga sekolah dari ancaman penularan virus korona atau varian barunya.
Sehingga, Pembelajaran Tatap Muka Terbatas dapat dilaksanakan di daerah
tertentu yang dinyatakan tidak berada pada zona yang membahayakan.
Nah, ketika membicang bahwa Pembelajaran
Tatap Muka dilakukan secara terbatas, maka banyak hal yang harus disiapkan.
Misalnya, kepastian protokol kesehatan yang ketat, memberlakukan 5 M di
sekolah, koordinasi dengan puskesmas setemapat dan membentuk satgas prokes di
tingkat satuan pendidikan, PTM juga sepemahaman komite dan wali siswa serta
syarat lainnya. Termasuk seluruh guru dan warga sekolah lainnya harus selesai
divaksin. Sekali lagi, hal ini untuk menjaga keamanan dan keselamatan serta
kesehatan siswa, warga sekolah dan masyarakat.
Setelah membincang kelengkapan dan syarat PTM
terpenuhi, maka hal urgen lainnya adalah kesiapan guru dalam mengajar PTM
Terbatas tersebut. Bukan saja harus mempersiapkan dalam hal bersosialisasi dan
adaptasi dengan siswa dan lingkungan sekolah dengan PTM terbatas, tetapi juga
kemampuan mengelola pembelajaran yang terbatas.
Secara lahirriyah, guru dan siswa perlu
menyesuaikan diri dengan kondisi PTM terbatas. Pada aspek tata kelola dan
prosedur interaksi siswa dan guru di sekolah juga dibatasi. Siswa yang baru
datang ke sekolah, harus dipastikan hadir dengan surat pernyataan orang tua
menerima belajar dengan PTM terbatas. Juga menyertakan surat keterangan
berbadan sehat dari orang tua.
Siswa masuk pintu gerbang, juga harus diukur
suhu badannya dengan thermo gun. Kemudian, dengan terus dan wajib memakai
masker, siswa melakukan cuci tangan dengan sabun dan atau hand sanitizer. Di
dalam kelas pun juga dibatasi dengan jarak antarsiswa juga dengan guru, serta
jam belajar yang terbatas. Siswa yang masuk dibagi dua sesi, sesi pagi dan
siang dengan jumlah siswa persesi maksimal 50%. Sehingga, kondisi ini
betul-betul dipahami dan dipraktikkan oleh siswa dan warga sekolah lainnya.
Tantangan lain yang dihadapi guru adalah jam
belajar yang terbatas. Sehingga dengan menerapkan kurikulum 2013 yang
disederhanakan atau kurikulum darurat, guru dapat mengajarkan KD yang esensial.
Setiap tatap muka, guru bisa mengajar lebih dari satu muatan pelajaran. Maka,
untuk tugas-tugas praktik dan kecakapan keterampilan lainnya dapat dilakukan
dengan pola daring asinkron. Namun, guru juga dapat memberikan pemahaman
terhadap kegiatan pembelajaran juga dengan pertemua maya secara langsung
(virtual meeting) untuk mendiskusikan hal tertentu.
Maka, kemampuan guru dalam
mengimplementasikan ragam pola atau mode inilah yang disebut dengan kemampuan
memadukan antara PTM terbatas, daring asinkronous, dan daring sinkronous. Jika
guru telah mampu mengombinasikan keterpaduan dalam melaksanakan pembelajaran
tersebut, guru tersebut dapat dikatakan memiliki kemampuan hybrid, atau hybrid
skill.
Namun, tidak sedikit pula bahwa tantangan
tersebut menjadi pekerjaan bagi guru. Oleh karena itu, menyambut tuntutan
hybrid leaning system pada pembelajaran tatap muka terbatas, Asosiasi Profesi
dan Keahlian Sejenis (APKS) Provinsi Jawa Timur menangkap momentum tersebut
secara nyata. Yakni, guna membelajarkan guru agar memiliki kecakapan hybrid,
APKS Provinsi Jawat Timur telah mengadakan Pelatihan atau Workhsop tentang
Hybrid Learning System bagi guru jenjang Dikdasmen.
Ternyata, peluang ini disambut antusias dari
guru-guru di Jawa Timur, bahkan juga guru dari luar Jawa Timur.
Narasumber workshop memaparkan dengan detail,
bagaimana kendala yang dihadapi oleh guru. Kendala tersebut dimulai dari
ketersediaan fasilitas IT, jaringan internet, beban psikologis siswa, mental
dan perilaku selama belajar di rumah, serta kondisi ekonomi orang tua.
Hal ini juga sesuai dengan paparan Mendikbud
dalam Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 bahwa ada
tiga hal yang dapat terjadi pada anak semasa belajar di rumah dalam waktu
setahun lebih, yaitu: putus sekolah, penurunan capaian belajar, dan kekerasan
pada anak serta risiko eksternal.
Dalam paparan
tersebut dijelaskan bahwa pada item putus sekolah; anak harus bekerja.
“Terpaksa” bekerja untuk membantu keuangan keluarga di masa krisis pandemi
covid-19. Sedangkan persepsi orang tua, Banyak
orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam
proses belajar mengajar apabila proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka
Kesenjangan
capaian belajar terjadi sebab perbedaan akses dan kualitas selama
pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan
capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio-ekonomi
berbeda. Kemudian terjadi learning loss, bahwa pembelajaran
tatap muka
menghasilkan pencapaian akademik yang
lebih baik saat dibandingkan dengan PJJ.
Kemudian pada aspek kekerasan yang
terjadi, tanpa sekolah, banyak anak yang terjebak
di kekerasan rumah tanpa terdeteksi oleh
guru. Dan secara risiko eksternal, Ketika anak tidak lagi datang ke sekolah,
terdapat peningkatan risiko untuk pernikahan
dini, eksploitasi anak terutama perempuan, dan kehamilan remaja (Materi: Paparan
Mendikbud tentang Pedoman Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19).
Sesuai dengan
pengalaman para guru, memanglah dapat dirasakan bahwa kondisi mental,
pengetahuan, keterampilan dan sikap anak mengalami penurunan capaian. Oleh
karena itu, jika ada pilihan, baik guru, siswa dan orang tua menghendaki
pembelajaran dapat dilaksanakan secara langsung, tatap muka di ruang kelas.
Oleh
karena PTM terbatas telah dapat dilaksanakan di beberapa tempat, dan sesuai
dengan kebutuhan guru dalam mengajar dengan pola tatap muka terbatas, maka
Hybrid atau Hybrid Learning System (HLS) seperti yang telah dilatihkan oleh
APKS Provinsi Jawa Timur, sangat memungkinkan untuk dilaksanakan.
Lalu,
apakah sebenarnya Hybrid Learning System itu?
Dalam
webinar tersebut, dijelaskan oleh narasumber (Pak Anim Hadi Susanto) bahwa
hybrid learning merupakan perpaduan antara belajar secara PTM dan Daring.
Artinya, memadukan cara mengajar langsung tatap muka dan PJJ.
Secara
teoretis dijelaskan bahwa hybrid learning identik atau sama pengertiannya
dengan blended learning (BL). Hybrid learning adalah pembelajaran yang
menggabungkan antara pembelajaran online dengan pembelajaran tatap muka secara
teratur dan efektif (Boyle, dkk., 2003, Dowling, dkk., 2003, Vaughan, 2007, dan
William, dkk., 2008).
Perlu
diketahui bahwa Tren ICT dalam Pendidikan saat ini meliputi; Pertama,
Belajar face to face: Memenuhi kebutuhan: Pendidikan nilai (role
models), demonstrasi langsung, Observasi langsung, Interaktivitas yang lebih
tinggi, praktik / latihan, Performance Asessment, Soft Skills, dan lainnya. Kedua,
Online Learning, Memenuhi kebutuhan: Penguasaan Aspek kognitif (inclide
HOTS), Efisiensi, Mastery Learning, Indevendency Learning, Online
Collaboration, Pemerataan Pendidikan (Equites), Akses ke Sumber Belajar yang
lebih luas, dan lainnya (Anim, 2021).
Sehingga,
jika guru telah memiliki kecapakan hybrid dan dapat menerapkan Hybrid Learning,
maka setidaknya setiap guru perlu memahami urgensi tiga hal berikut.
1.
Proses
belajar yang memadukan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring (hybrid/
blended). Guru senantiasa harus mampu mengajar secara langsung saat PTM dan
dapat memberikan penguatan, tugas ringan, diskusi dan pendampingan lainnya
secara daring.
2.
Blended
learning memadukan fitur terbaik dari pembelajaran daring dan tatap muka,
misalnya: accessibility, flexibility, synchronous maupun asynchronous,
face-to-face& offline interaction.
3.
Di
masa pandemi covid-19 ini siswa juga ditambah dengan belajar mandiri. Belajar
mandiri ini merupakan bagian dari mode asinkronous mandiri.
Ketika telah
menerapkan HLS, berarti kegiatan pembelajaran dengan sistem hybrid ini memiliki
mode pembelajaran dengan 4 kategori, yaitu:
1. Personalize on line
learning (pembelajaran dengan line personal)
2. Small group (belajar
dalam grup kecil)
3. Collaborative
(belajar dalam kolaborasi)
4. Individually (belajar
mandiri)
Berdasarkan 4
katagori tersebut, maka yang akan terjadi adalah kemungkinan adanya 4 ruang
belajar yang berbeda satu sama lainnya. Ruang belajar siswa dengan Hybrid
Learning System terdiri dari 4 kuadran yang tidak sama, antara lain sebagai
berikut (Chaeruman, 2019) dalam (Anim, 2021).
1. Pembelajaran Tatap
Muka (PTM) (Live Synchronous Learning)
Pembelajaran yang dilakukan oleh
guru kepada siswa secara langsung bertatap muka. Berada dalam ruang kelas dan
waktu yang sama. Berinteraksi langsung. Pada kegiatan PTM ini, guru bisa
berceramah, diskusi, praktik langsung, percobaan, dan penugasan langsung.
Meskipun dilaksanakan secara terbatas, tetapi interaksi belajar mengajar cukup
intens.
2. Pembelajaran Tatap
Maya (Virtual Synchronous Learning)
Pada kegiatan pembelajaran
tatap maya ini, guru dan siswa dapat berinteraksi langsung dalam satu waktu,
tetapi tempat berbeda. Modelnya bisa berupa konferensi, seperti zoom, google
meet, webex dan sebagainya.
Bisa juga virtual
melalui siaran live FB dan youtube. Tetapi, pada siaran live, penyimak tidak
bisa berkomunikasi langsung dalam bentuk bicara, hanya bisa menulis chat. Juga
ada yang bertipe audio, seperti podcast
3. Kolaboratif
(Collaborative Asynchronous Learning)
Nah, metode koaboratif ini dilakukan secara
daring asinkron. Artinya guru dan siswa dapat melakukan interaksi belajar
mengajar melalui aplikasi media sosial dalam satu grup. Misalnya, grup diskusi
WA dan telegram atau apikasi kolaborasi lainnya. Kegiatan pembelajaran seperti
ini dilakukan secara asinkron. Guru yang memberi materi pelajaran sekarang,
siswa dapat mengaksesnya kapan saja. Bisa saat ini juga atau menunggu waktu
senggangnya.
4. Personal Mandiri
(Self-Directed Asynchronous Learning)
Cara belajar ini menuntut siswa
aktif secara mandiri. Siswa yang memiliki tingkat kemauan dan kebutuhan belajar
yang tinggi, maka ia akan lebih banyak belajar mandiri di rumah. Siswa dapat
belajar melalui video pembelajaran, e-book, silde presentasi, web, buku, video
simulasi dan sebagainya.
Keberhasilan
Implementasi Hybrid Learning
Kegiatan pembelajaran
dengan sistem Hybrid Learning akan berhasil apabila dilakukan atau dipenuhi hal
berikut (Anim, 2021)
1. Kebijakan yang jelas
dan mengikat. Ada konsekuensi bagi yang tidak mau melakukannya.
2. Sistem aplikasi yang
andal, mutakhir, memanuhi tuntutan pembelajaran dan fungsional.
3. Infrastrutur tersedia
yang baik, aman, memenuhi spesifikasi teknis, security system yang baik.
4. Konten yang variatif,
inovatif, multimedia, membelajarkan dan valid.
5. ICT literacy, yakni
kemampuan guru menggunakan, mengembangkan, mengkreasi dan mengevaluasi dengan
basis digital.
Bagaimanakah cara
meramu Hybrid Learning.
Narasumber dalam
webinar (Anim, 2021) memaparkan bahwa untuk meramu kegiatan pembelajaran yang
menerapkan hybrid learning, maka supaya guru memahami hal berikut.
1.
Tujuan
Pembelajaran
2.
Karakteristik
peserta didik
3.
Dukungan
sarana prasarana
4.
Kesiapan
Infrastruktur
5.
Kondisi
lingkungan sekitar
6.
Literasi
pedagogic pendidik
7.
Ketersedian
Finansial
8.
Prinsip
satuan Pendidikan
9.
Kerja
sama orang tua
Sedangkan komponen
yang harus disiapkan adalah sebagai berikut.
1. People: mindset,
motivasi dan literasi guru, peran orang ua, dukummgam kepala sekolah, semangat
peserta didik
2. Process: Panduan
proses PJJ, bentuk virtual classroom, model evaluasi kolektif, portofolio BL
3. Technology: Koneksi
dan jaringan bandwidth (akses), Kuota pulsa, piranti teknologi digital
(computer, tablet, notebook, dadget)
4. Strategy: Desain
instruksional, Personalised kurikulum, Flipperd classroom, self instruksional,
material (indenpent study)
Conclusi yang dapat
dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan PTM terbatas, perlu strategi yang tepat
untuk diterapkan (diimplementasikan) sesuai dengan kondisi sekolah dan
lingkungannya. Sehingga kemungkinan implementasi Hybrid Learning System yang
terjadi, antara lain sebagai berikut.
1.
Kombinasi
Tatap Muka dan Virtual Daring secara Bersamaan.
2.
Kombinasi
Tatap Muka dan siaran langsung dalam waktu Bersamaan
3.
Kombinasi
Tatap Muka dan Daring Asyncronous (materi sama tetapi tidak interaktif)
4.
Tatap
Muka dengan Dua Shift per kelas
5.
Tatap
Muka dengan satu shift per tingkatan kelas
6.
Tatap
Muka secara bergantian
7.
Tatap
muka pada sekolah berasrama
Kemudian pertanyaannya, apakah guru sudah
siap dengan manajemen pembelajaran terpadu antara PTM Terbatas dengan PJJ?
Maka, sekali lagi, jawabannya adalah
kecakapan hybrid (hybrid skill) guru perlu terus diaplikasikan. Tidak saja pada
tataran teori setelah mengikuti webinar. Berbekal merdeka belajar, guru perlu
melakukan perubahan untuk lebih maju. Dimulai dari beradaptasi dengan situasi
PTM terbatas, mengenal karakteristik peserta didik, menguasai IT, memahami
berbagai platform dan aplikasi daring sinkronous dan asinkronous, serta
kemampuan profesional lainnya.
Sehingga rekomendasi urgen dalam implementasi
hybrid learning system ini adalah dimilikinya hybrid skill oleh guru, dan
kemampuan mengimplementasikan hybrid learning system benar-benar operasional
dipraktikkan di ruang kelas dan pembelajaran jarak jauh. Selamat berinovasi.
Post a Comment for "OPINI: Urgensi Hybrid Skill Guru dalam Implementasi Hybrid Learning System pada PTM Terbatas"
Tinggalkan komentar Sahabat sebagai saran dan masukan yang sangat berharga untuk tetap belajar dan berbagi. Terima kasih atas kunjungannya.