Ramadan,
Cinta Pertamaku Kembali
Meri Nurhayati
Ramadahan tiba.. Ramadan
tiba..
Marhaban yaa Ramadan..
Marhaban yaa Ramadan...
Lagu marhaban ya Ramadan
mulai di senandungkan di setiap saluran televisi, Hampir setiap hari mulai di
putar menyambut datangnya bulan suci, bulan mulia, bulan Ramadan.Bulan yang
selalu di tunggu-tunggu umat muslim dengan perasaan senang dan gembira. Sebab,
bulan tersebut adalan bulan pengampunan. Bulan setiap kebaikan berpahala dan
dilipatgandakan serta segala doa atau permohonan pasti dikabulkan oleh Sang Penguasa
Jagat Maya.
****
Aku ingat selalu, Ramadan
tahun 1990 adalah Ramadan pertama yang dalam perjalanan hidupku tidak akan
pernah aku lupakan. Kenapa ?!.. Yaa.. Karena Ramadan tahun itu Ramadan pertama
yang paling berat aku jalani di mana cinta pertamaku (Ayahku) menghadap Sang Pemilik
ruh dan jiwa manusia.
Tiga hari sebelum hari raya
idul fitri tepat pada hari Jumat dini hari rasa duka menggelayuti keluargaku.
Ya... Sosok yang menjadi tulang punggung dalam keluarga kini telah pergi
selamanya. Tahun itu terasa berat bagi kelurga kami menjalani Ramadan, karena
ada rasa yang kurang yaitu hadirnya
beliau di tengah-tengah keluargaku. Biasanya beliaulah sosok yang paling antusias
menyambut Ramadan. Menyiapkan segala sesuatu kebutuhan keluarganya untuk
menjalankan puasa Ramadan. Beliau yang selalu menyiapkan makanan untuk berbuka
dan sahur. Beliau yang selalu membangunkan kami disaat menjelang sahur. Suara
itu yang selalu membangunkan kami di saat sahur kini telah pergi.
Rasa rindu yang tak pernah
hilang sampai detik ini pun tak akan pernah terobati. Ramadan pertama tanpa beliau
sangat berat bagi keluargaku, terutama ibuku. Ibuku adalah sosok yang diratukan
oleh beliau. Tidak pernah direpotkan untuk memasak menyiapkan makanan buka
puasa dan sahur. Semua beliau yang menyiapkan.Tapi setelah beliau tiada ibuku
menyiapkan semuanya diiringi derai air mata dan rasa pilu yang menggelayut
karena belahan jiwanya telah pergi. Ibuku hanya menyiapkan makanan buat anak-anaknya
tapi beliau sendiri tidak mau makan
karena masih ingat belahan jiwanya yang sangat di cintainya. Masih ingat kenangan
bersama beliau pada saat berbuka dan sahur.
Rasa sesak di dada di saat
kami makan yang terus menemani. Nasi yang dimakan tak mampu aku telan rasanya hambar. Tak
terasa air mata menetes tanpa ada suara
atau obrolan yang tidak seperti biasanya. Ceria penuh senyuman. Kini senyuman
itu berganti menjadi tangis pilu tanpa kehadiran beliau.pada saat buka puasa
ataupun sahur. Di balik kesedihan di bulan Ramadan ada hikmah yang bisa aku
ambil yaitu mengajari aku menjadi manusia yang semakin kuat menghadapi ujian
hidup tanpa ada sosok seorang cinta pertamaku (Ayahku). Membuatku menjadi
manusia yang mandiri sampai saat ini. Meskipun...
Cinta itu tak pernah hilang,
cinta itu tak kan pernah terganti, cinta itu tak akan pernah aku temukan
kembali dalam sosok yang lain. Semoga nanti
kita di pertemukan kembali dengan beliau di dimensi yang berbeda dalam
Jannah-Nya membawa segenap cinta yang tetap abadi dalam jiwa. Membawa rindu
yang terus terpatri dalam dada.
Tentang
Penulis
Saya suka karya sastra, khususnya puisi dan cerpen.
Namun, senantiasa belajar menulis esai dan karya lainnya. Karya buku soloku,
Rindu di Batas Penantian, Kumpulan Puisi Romantis. Kemudian, juga menulis
antologi Nubar Wakil Bupati Sumenep, Doa dan Perjuangan Ibu.
Bagi yang ingin berkolaborasi, silakan mampir ke mail: merinurhayati2805@gmail.com. Dan bisa
berbincang karya di WA: 085257867575.
Post a Comment for "Ramadan, Cinta Pertamaku Kembali (Ramadan Berkah)"
Tinggalkan komentar Sahabat sebagai saran dan masukan yang sangat berharga untuk tetap belajar dan berbagi. Terima kasih atas kunjungannya.