Ramadan
di Hati, Mengharap Rida Ilahi
Meliyanti
"Allahumma bariklana fi rajaba wa
syakbana waballighna Ramadana waghfirlana dzunubana"
Ayat-ayat tersebut ramai dikumandangkan
dan dimunajatkan oleh para insan muslim-muslimah yang rindu akan datangnya
bulan maghfirah yaitu Bulan suci Ramadan.
Segenap umat muslim bersukacita menunaikan rukun islam yang ketiga. Bulan yang
di awali dengan Rajab dan Sya'ban ini selalu disambut dengan gembira. Tak
sedikit para umat muslim mulai melatih menahan haus, lapar utamanya lagi
menahan diri dalam mengendalikan nafsu, emosi dan menata hati dengan berpuasa
sunnah di bulan Rajab dan bulan Sya'ban di hari-hari tertentu sebelum memasuki
bulan Ramadan.
Bulan Ramadan selalu di hati dan kian dinanti umat Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada bulan selain bulan suci Ramadan yang merupakan bulan penuh ampunan
bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa menghidupkan hari-harinya dengan ibadah
untuk mengharap rida-Nya. Semua berlomba-lomba dalam mencari ladang pahala
dengan dimulai makan sahur bersama keluarga tercinta hingga berbuka puasa
bersama. Tidak sedikit juga yang mengamalkan ibadah lainnya seperti
memperbanyak zikir,salawat, tadarus,salat sunnah tarawih bahkan menghidupkan
malam dengan Qiyamullail.
Sukacita mewarnai umat islam dalam menyempurnakan ibadah dan mempererat
tali silaturahmi dengan sering menghadiri undangan berbuka puasa dan salat
tarawih berjamaah bersama sahabat, kerabat dekat bahkan sanak saudara. Namun di
sisi lain, tak sedikit pula kesedihan juga ada yang menghampiri mereka yang
harus menunaikan ibadah puasa tanpa ayah atau ibu, tanpa anak/ istri/ suami
tercinta yang telah dulu meninggalkan mereka sebelum Ramadan tiba.
Nuansa Ramadan bagi mereka
yang anggota keluarganya tidak selengkap Ramadan sebelumnya pasti akan merasa
berbeda setiap akan makan sahur dan berbuka puasa, rasa akan rindu kebersamaan
pasti selalu tak kunjung usai. Sukacita dan dukalara pastilah akan dirasakan
oleh setiap insan dalam roda kehidupan yang terus berputar dan berjalan. Namun
keadaan tersebut tidak akan mengurangi esensi ibadah ramadan oleh umat Nabi
Muhammad dalam meningkatkan iman dan takwa mereka guna mencari rida Allah dalam
keberkahan bulan yang penuh ampunan ini.
Pintu rahmat dan pintu taubat selalu
terbuka lebar bagi mereka yang senantiasa ingin mendekatkan diri dan berserah
diri kepada-Nya yang tentunya tidak ingin melewati hari dan malam istimewa
berlalu begitu saja. Terlebih lagi malam menjelang Nuzulul Qur'an bahkan 10
malam terakhir di pengujung Ramadan yang dipercaya akan datang suatu malam
yaitu malam Lailatul Qadar, jatuhnya pada malam tanggal ganjil dan biasanya
bertepatan pada hari kamis malam, yang mana diyakini semua do'a yang
dipanjatkan akan bertumpah ruah dan diijabah.wallahu a'lam bishawab.
Semoga kita dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadan yang akan
datang dengan kualitas iman dan takwa yang lebih baik lagi. Ramadan nan suci
selalu di hati dengan berkah dan rida ilahi rabbi, amin.
Tentang
Penulis
Meliyanti, lahir di Sumenep, 4 Mei 1982. Ia mengabdi di SDN Pajagalan II Sumenep setelah beberapa tahun mengajar di kepulauan. Saat ini ia mulai belajar memahami dunia tulis menulis. Buku perdananya adalah Rindu Bertahta Memintal Asa (Kumpulan Puisi yang Tak Bertepi) dan menulis bersama di Antologi Puisi Nulis Bareng Wakil Bupati Sumenep: Doa dan Perjuangan Ibu.
Harapannya bisa berbagi kepada banyak orang,
khususnya berbagi manfaat. Silakan bagi sahabat semuanya bisa mampir di email:
amelsguru123@gmail.com
Tulisan, keren!
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDeletemantap..luar biasa
ReplyDelete