Merdeka Mengajar, Siswa Bahagia Belajar
Ali Harsojo
Merdeka mengajar bukanlah ungkapan semata. Namun, mengandung makna mendalam dan harus dapat diwujudkan dalam aktivitas pembelajaran. Merdeka mengajar menempatkan guru secara istimewa. Mengapa? Sebab, dengan merdeka mengajar guru dipercaya untuk mampu berinovasi, berkreatifitas serta mengembangkan pembelajaran yang berpihak kepada siswa, seluas-luasnya. Namun, tidak bertentangan dengan nilai, norma serta peraturan yang berlaku.
Dalam praktik pembelajaran, seringkali ditemukan (sesuai
pengalaman banyak guru), bahwa untuk menyusun rencana pembelajaran saja, kita
seringkali terjebak dengan contoh-mencontoh RPP yang sudah ada, tanpa
modifikasi. Walaupun juga masih sangat banyak guru yang telah melakukan gerakan
perubahan, merancang pembelajaran sendiri sesuai dengan kondisi siswa di
sekolah.
Nah, merdeka belajar memberikan ruang yang luas bagi guru
untuk senantiasa belajar, mengambil keputusan dalam pembelajaran, mengembangkan
modul, menerapkan model atau metode pembelajaran, dan segala aspek yang
mendukung aktivitas pembelajaran itu sendiri. Kemerdekaan guru, janganlah
diartikan guru merdeka untuk tidak melakukan apa-apa, tidak mewujudkan
perubahan diri dan siswa atau bahkan berdiam diri. Mengajar dianggap sebagai
rutinitas, tanpa kualitas.
Dalam kerangka merdeka belajar, saya senang mencoba
mempraktikkan cara-cara atau pendekatan-pendekatan yang memungkinkan siswa
senang belajar. Sebab, apabila siswa senang belajar, maka mereka akan betah
untuk mengeksplorasi materi ajar. Mereka akan bahagia didampingi oleh gurunya
dalam belajar. Siswa juga akan semakin banyak pengalaman dalam belajar.
Sehingga, pada akhirnya kebutuhan belajar siswa akan terpenuhi lebih optimal.
Di kelas tempat mengajar, saya hampir selalu menerapkan
tindakan atau aksi nyata sederhana, yaitu: Senyum, Sapa, Semangat, Tanya,
Tawarkan, Tentukan, Laksanakan dan Evaluasi. Kalau disingkat jadi unik, yaitu:
S3T3LE.
Aksi nyata sederhana, bermakna. Setiap saya bertemu siswa
di pintu masuk sekolah dan di dalam kelas sebelum pelajaran dimulai, saya
senantiasa berusaha tersenyum dan menyapa siswa. Jika di dalam kelas, saya
menyapa siswa secara klasikal. Senyum dan sapa cukup ampuh membuat hati siswa
senang dan bahagia? Buktinya? Semua siswa juga ikut menyapa balik dan
tersenyum. Bahkan sebelum berdoa mereka sudah senang untuk memulai pelajaran.
Saya, sebagai guru juga sangat senang apabila melihat siswa gembira.
Setelah itu, saya tidak lupa memberi semangat baru untuk
belajar. Mulai dari bagaimana mereka harus merasa sebagai siswa dan tanggung
jawabnya melalui mindfulness, ice
breaking dan penyemangat lainnya. Pada kesempatan ini, murid bias berdiri.
Kemudian, dilanjutkan dengan yel-yel semangat maupun tepuk semangat. Ini
menambah kebahagiaan siswa dalam memulai belajar.
Setelah itu, saya terbiasa bertanya tentang kabar,
kegiatan literasi di rumah, aktivitas membantu orang tua dan sebagainya.
Kemudian, saya menawarkan tentang topik pembelajaran yang akan diapelajari.
Memang, guru sudah menyiapkan materi ajar. Namun, saya juga menawarkan materi
ajar itu untuk dipelajari. Jika mereka setuju, pertanda sudah siap belajar
dengan nyaman. Nah, membangun konsensus semacam ini penting untuk menggali
kemauan dan kebutuhan belajar siswa. Barulah, saya menentukan metode, cara
siswa harus belajar, serta berbagai hal yang akan dilalui dalam pembelajaran
itu.
Barulah setelah ditentukan bersama, saya melaksanakan
pembelajaran. Tidak lupa juga melibatkan siswa dalam setiap sesi pembelajaran.
Sebagaimana biasanya, setelah saya menyajikan materi ajar, dan siswa sudah
belajar, saya sambil melakukan pencatatan hal penting yang terjadi. Misalnya,
mengapa siswa pasif, atau sebaliknya, superaktif. Barulah, saya melakukan
evaluasi dan refleksi. Evaluasi tidak saja dilakukan pada karya siswa. Saya
juga mengevaluasi terhadap keseluruhan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Nah, keseluruhan aksi nyata tersebut dilakukan secara
berurutan, bertautan dan berkesinambungan. Kebahagiaan siswa dalam belajar,
menurut saya, adalah kunci keberhasilan pembelajaran. Saya berupaya bagaimana
semaksimal mungkin mewujudkan kepemimpinan pembelajaran siswa. Sebab, apabila
siswa dapat belajar dengan penuh tanggung jawab, saya meyakini kemandirian juga
akan terwujud.
Nah, mewujudkan merdeka mengajar dan siswa bahagia
belajar, ternyata tidak mahal. Nyaris tidak membutuhkan modal finansial. Guru
hanya butuh modal kompetensi diri untuk berkreativitas, percaya diri serta kaya
metode agar siswa tidak merasa bosan belajar. Tidak ada guru yang tidak ingin
siswanya bahagia. Marilah kita upaya maksimal mewujudkannya, dengan cara atau
metode kita masing-masing. Metode yang relevan dengan kondisi siswa dan
lingkungan sekolah. Yuk, mencoba!
Mantab Pak Ali
ReplyDelete