"Ayo Cegah Bullying di Sekolah"
Prof. Dr. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si.,
Psikolog
Dalam beberapa
kesempatan, saya seringkali berkunjung ke berbagai daerah untuk mengkampanyekan
gerakan antibullying dan sekolah ramah anak. Mengapa hal itu penting
diwujudkan? Karena menurut pengamatan berbagai sumber masih banyak ditemukan
adanya kasus bullying di berbagai tempat. Ternyata, kasus bully ini marak
terjadi, tidak hanya di wilayah dekat Ibu Kota saja, tetapi juga di berbagai
daerah lain.
Hal ini juga saya
sampaikan melalui berbagai media bahwa terjadinya bullying haruslah mendapatkan
penanganan yang terbaik. Salah satunya, butuh ketegasan dari pihak sekolah
untuk melakukan tindakan gerakan antibullying secara konsisten dengan komitmen
yang tinggi.
Sebab, dimungkinkan
sekolah yang kurang tegas menerapkan sekolah ramah anak dan antibullying dapat
menjadi salah satu penyebab utama maraknya kasus bullying yang berujung pada
kekerasan. Saya juga menyampaikan di media bahwa terdapat sekolah yang belum
ada pernyataan tegas bahwa sekolah ini ramah anak dan anti-bullying. Beberapa
hal yang terjadi, selama kasus kekerasan atau bullying belum viral, sekolah
cenderung akan terkesan diam dan tidak melakukan langkah preventif. Maka, seharusnya
jangan menunggu setelah terjadi, baru kita ribut semua. Pencegahannya harus
ada.
Apakah penting
memberikan efek jera? Maka perhatikan tentang dasar-dasar pemberian efek jera
kepada pelaku. Pelaku harus diberikan efek jera, tentu saja harus mengacu pada
UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Pelaku dapat segera
ditindak tegas dengan memberikan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sehingga ada efek jera dan tidak akan mengulagi
lagi perilakunya di kemudian hari.
Kemudian, kepada
para korban perundungan juga harus segera ditangani secara serius dan
profesional. Patut segera diberikan upaya pengobatan untuk luka-lukanya dan
treatment psikologis agar tidak terguncang jiwanya dan mengalami goncangan jowa
dan permasalahan kejiwaan jangka panjang. Hal ini sangat penting agar korban
segera kembali pada kondisi normal.
Menurut saya, bahwa
bullying merupakan fenomena seperti “gunung es” yang menunjukkan masalah lebih
besar di bawah permukaan. Seperti kita ketahui bahwa tindakan bully terjadi
dimana-mana, baik secara fisik, mental, maupun keuangan. Sekali lagi bahwa jika
bullying terjadi di sekolah, maka segera membutuhkan tindakan tegas dari pihak
sekolah dan semua stakeholder terkait. Tanpa adanya tindakan preventif, kasus
bullying akan terus berulang dan merugikan generasi penerus bangsa.
Beberapa hal yang
secara bersama-sama kita lakukan untuk mencegah terjadinya perundungan yang
lebih luas adalah sebagai berikut.
Pertama, Marilah
kita terus melakukan kampanye sekolah ramah anak. Setiap sekolah harus bergerak
bersama untuk menjadikan sekolah sebagai tempat belajar yang ramah anak secara
konsisten dengan komitmen yang tinggi.
Kedua, Sekolah
dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk menampilkan potensinya yang
unik, otentik dan tidak terbandingkan. Sehingga anak atau siswa akan penuh
percaya-diri dan fokus pada minat dan bakatnya. Dengan demikian maka
potensi-potensi para siswa pun akan dapat tersalurkan dengan baik. Pada
gilirannya, sangat kecil kemungkinan untuk melakukan tindakan bullying.
Ketiga,
optimalisasi peran serta orang tua. Dalam ini perlu ditekankan bahwa pentingnya
orang tua mengenali perubahan sikap pada anak. Selain itu, orang tua juga perlu
membuka ruang diskusi dengan anak. Ajarkan kepada anak-anak untuk memiliki
waktu berdialog di dalam keluarga. Misalnya, ada rapat keluarga atau ngobrol
bareng asik antara ayah, ibu dan anak-anak. Jika anak berani terbuka, orang tua
pun diharapkan dapat memberikan solusi dan penyelesaian terbaik bila ada
indikasi anak menjadi korban bullying. Dengan demikian peran orang tua sangat
penting dalam mencegah dan menangani kasus bullying. Dari mengenali perubahan
sikap anak, membuka ruang diskusi, hingga memberikan solusi, semua perlu
dilakukan oleh orang tua untuk memastikan anak mereka terlindungi dari ancaman
bullying.
Keempat, perlunya
sosialisasi antibullying kepada para siswa. Dengan demikian, perlu ada suatu
panduan kepada siswa untuk mengatasi masalah manakala mereka dalam situasi
terdesak dan dibully, apalagi dibully secara fisik. Misalnya, berlari,
berteriak dan sebagainya. Sebab, apabila terjadi bullying, biasanya korban
hanya diam karena mengalami ketakutan dan tertekan. Sering korban berpendapat
bahwa bila melakukan perlawanan dampaknya akan jauh lebih parah. Sebab,
disekelilingnya terdapat teman-teman pelaku.
Kelima, perlunya
meningkatkan peran tim antibullying di sekolah. Misalnya meningkatkan peran
guru Bimbingan Konseling untuk membantu memantau bekerjasama dengan guru
lainnya maupun siswa duta antibullying di sekolah.
Keenam, perlu
bekerja sama dengan pihak eksternal: pemerhati anak, pihak berwajib, komunitas
terkait antiperundungan dan sebagainya. Sehingga dapat dilakukan kerjasama
untuk secara bersama-sama melakukan gerakan antibullying di sekolah.
Tentu saja, selain
beberapa langkah di atas, sekolah dan orang tua memiliki langkah strategis
lainnya untuk mencegah terjadinya perundungan. Baik di dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat. Mari kita cegah bullying secara bersama-sama.
Ciptakan zero bullying di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga.
Profil Penulis:
Prof. Dr. Seto
Mulyadi, S.Psi., M.Si., Psikolog atau yang akrab disapa Kak Seto. Lahir di Klaten, 28 Agustus 1951. Kak Seto
adalah psikolog pendidikan dan menjabat sebagai ketua LPAI (Lembaga
Perlindungan Anak Indonesia), lembaga swadaya yang bergerak pada ranah
perlindungan anak di Indonesia, khususnya yang berasal dari keluarga kurang
mampu. Ia dikenal sebagai pencipta karakter Si Komo dan Pendiri "Homeschooling
Kak Seto" dan "Kak Seto School".
Note: Naskah ini terbit pada buku Nulis Bareng Kak Seto: No Bullying, Yes Pelajar Pancasila (2024)
Keren
ReplyDelete