Stop Bully,
Ayo Peduli!
Debby
Syarifah Aini, S.Pd.SD
Perundungan
di lingkungan sekolah menjadi masalah serius yang memiliki dampak negatif bagi
semua korbannya. Selain trauma mendalam, perundungan dapat menyebabkan gangguan
emosional dan mental. Sebagai korban, mereka akan menjadi tertutup, rendah diri
bahkan depresi. Bahkan ada beberapa kasus perundungan yang berakhir dengan
kematian para korbannya. Sebagai rumah kedua bagi murid, sekolah haruslah
menjadi tempat yang aman untuk menuntut ilmu. Mulai dari situasi belajar yang
kondusif, guru yang berpihak pada murid dan teman-teman yang saling mendukung
satu sama lain. Namun, saat ini sekolah bukanlah tempat yang aman bagi murid.
Banyaknya kasus perundungan yang terjadi di negeri ini mencerminkan bahwa
kurangnya sosialisai pengertian dan dampak dari perundungan itu sendiri. Tugas
kita sebagai pendidik, sebagai orang tua murid di sekolah haruslah seringkali
menanamkan nilai-nilai kebajikan agar perundungan di negeri ini dapat teratasi.
Di
sekolah tempat saya mengajar terdapat satu jenis perundungan yang sudah melekat
selama puluhan tahun. Selalu dilakukan turun temurun oleh murid. Bahkan sejak
kelas 1, murid sudah berani melakukannya. Perundungan tersebut adalah
perundungan verbal dengan mengejek nama orang tua murid. Banyak dari murid
dikelas saya yang saling merundung temannya dengan memanggil nama orang tua
dengan nada mengejek. Tidak jarang, aksi saling merundung ini berakhir dengan
pertengkaran bahkan perkelahian.
Sema
belasan tahun saya mengajar, saya telah berusaha berbagai macam cara untuk
mencegah perundungan verbal itu terjadi. Misalnya dengan menegur murid yang
terlibat, mendekati pelaku perundungan dengan bicara dari hati ke hati, hingga
teguran verbal yang cukup keras seperti memarahi. Namun efek jera pada murid
hanya berlangsung beberapa hari saja. Bahkan hanya bertahan beberapa jam saja
dari peringatan terakhir yang saja berikan.
Akhirnya,
pada saat saya sedang menjalani Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7 kemarin,
setelah saya mempelajari pendidikan sosial dan emosional pada murid, saya
menemukan solusi untuk kasus perundungan yang sering terjadi di kelas saya.
Saya membuat sebuah papan data berisikan data pribadi seluruh murid yang
ditempel di dinding kelas. Data informasi yang saya cantumkan adalah nama
lengkap murid, nama orang tua dan foto keluarga. Selain sebagai kelengkapan
administrasi saya sendiri sebagai guru, harapan saya, setelah saya membuat
papan data tersebut, semua murid mengetahui dan mengenali nama orang tua dari
masing-masing temannya, sehingga muncullah rasa menghormati dan saling peduli
satu sama lain. Jika semua murid sudah mengetahui identitas pribadi
teman-temannya, maka semua murid akan merasa terbuka satu sama lain. Sehingga,
perundungan dengan mengejek nama orang tua murid tidak terjadi lagi.
Awalnya,
masih ada beberapa murid yang tetap merundung temannya setelah mengetahui
identitas mereka dari papan tersebut. Namun, berbeda dari sebelumnya, murid
yang menjadi korban perundungan kini justru berani membalas dengan mengejek
balik murid pelaku perundungan. Sebagai guru, saya kembali menegaskan tujuan
pemasangan papan data tersebut di kelas adalah agar semua murid saling
mengenali dan menghormati keluarga temannya. Beberapa minggu dari pemasangan
papan data tersebut, perundungan verbal dengan mengejek nama orang tua mulai
berkurang di kelas saya. Bahkan, saya mendengar bahwa mulai ada murid yang
berani bertegur sapa dengan orang tua murid lainnya saat berpapasan dijalan.
Hal ini adalah salah satu bukti bahwa dengan mengenalkan langsung seluruh
anggota keluarga sesama murid lewat papan data yang saya buat, justru membuat
murid saling mengenali dan menghormati keluarga dari teman-temannya. Akhirnya,
budaya saling merundung nama orang tua di kelas saya mulai terkendali dan
berganti dengan saling peduli. Alhamdulillah.
Perundungan
dapat terjadi pada semua orang dan dapat dihentikan juga oleh semua orang.
Maka, untuk mencegah perilaku perundungan di sekolah, guru harus mengupayakan
penanganan serius jika ada aduan perundungan yang terjadi di sekitar kita. Jika
telah terbukti ada perundungan, hindari sikap menyalahkan, mengkritik, atau
memaki pelaku didepan umum. Hargailah kejujuran mereka, lalu tanamkan kembali
sifat peduli antar sesama.
Profil Penulis
Ibu satu anak yang memiliki kalimat
pedoman hidup love life, and life will
love you back ini, menyukai kembali hobi lamanya yaitu menulis. Buku “No Bullying, Yes Pelajar Pancasila” adalah
antologi keduanya setelah sekian lama vakum dari dunia literasi. Saat ini,
penulis tercatat sebagai mahasiswa PPG Dalam Jabatan tahun 2023 di Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Penulis bisa dihubungi di email debbysyarifahaini@gmail.com
Post a Comment for "Stop Bully, Ayo Peduli!"
Tinggalkan komentar Sahabat sebagai saran dan masukan yang sangat berharga untuk tetap belajar dan berbagi. Terima kasih atas kunjungannya.